Sunday 11 September 2011

Published Sunday, September 11, 2011 by with 0 comment

Sejarah dan Masadepan Alam Semesta


Ilmuwan memperkirakan energi gelap menduduki 73% dari total energi alam semesta, 23% didominasi energi gelap, dan materi konvensional hanya menduduki 4%. (NASA)
(Erabaru.or.id) Sejak zaman Yunani kuno, para astronom mencoba menjawab permasalahan-permasalahan yang dasar tentang asal muasal alam semesta dan bagaimana alam semesta itu. Misalnya, alam semesta sudah eksis sejak zaman dahulu kala, atau kapan tiba-tiba terjadinya? Sesungguhnya alam semesta ini tak terhingga atau berakhir di suatu sudut? soal-soal ini telah membingungkan astronom selama ribuan tahun.
Pandangan Kosmos Statik yang Pertama
Pada awal abad ke-19, dengan rumus pembuktian rasional, astronom asal Jerman Heinrich Olbers menyebutkan bahwa alam sermesta itu terbatas. Menurutnya, jika alam semesta ini tidak terbatas, dan dalam skala besar, penyebaran bintang tetap di alam semesta merata. Maka di arah mana pun, garis penglihatan kita pada akhirnya akan berbenturan dengan bintang tetap, meski bintang tetap itu semakin jauh tampak semakin kecil, tapi tingkat cahaya di permukaan bintang tetap tidak berubah. Jadi, jika alam semesta ini besarnya tak terhingga, maka sekalipun dalam kegelapan (malam hari), angkasa seharusnya akan tampak terang, sama terangnya seperti di permukaan bintang. Ini jelas tidak sesuai dengan yang kita alami sehari-hari, karena itu, menurut Olbers alam semesta ini terbatas.  
Tentu, ketika Olbers mengutarakannya, telah mengandaikan alam semesta dalam kondisi statik (tidak menyusut juga tidak mengembang). Namun kala itu, orang-orang merasa ini akan jelas dengan sendirinya atau tidak perlu dijelaskan lagi. Dengan penalaran matematika yang agak ketat, dari hipotesa Olbers dapat disimpulkan, jika alam semesta besarnya tak terhingga, maka keterangan di angkasa seharusnya juga tidak terbatas terangnya.
Alam semesta statik diterima secara garis besar, karena sesuai dengan pengalaman orang-orang. Tapi harus secara seksama dipertimbangkan, sekalipun di zaman-nya Olbers, tetap masih ada soal yang tidak kecil. Sebab hukum gravitasi universal-nya Newton ketika itu sudah di bentuk, dan menurut teori ini, materi di alam semesta akan saling tarik menarik, jika alam semesta terbatas, seharusnya ada tendensi penyusutan, kemudian akan ambruk, jadi sebuah alam semesta yang terbatas seharusnya tidak stabil.    
Ketika Einstein meneliti alam semesta dengan teori relativitas umum-nya, ia mendapati, penjelasan alam semesta dari teorinya, kalau tidak mengembang maka menyusut. Namun kala itu, Einstein juga berpendapat bahwa alam semesta itu seharusnya statik, karena itu dalam teorinya, ditambah dengan satu “konstanta alam semesta”, dan secara garis besar dalam alam semesta telah meniadakan gravitasi, sehingga dengan demikian mendapatkan sebuah alam semesta yang statik, dan ini adalah asal muasal pertama energi gelap.     
Teori Ledakan Dahsyat
Pada 1929 silam, Edwin Hubble mendapati alam semesta tengah mengembang (memuai). Ia mendapati spektrum dari planet yang jauh secara umum condong ke arah gelombang panjang, yaitu terjadi “red move”. Semakin jauh planet, red move sinar spektrumnya semakin besar, dan penjelasan yang rasional atas fenomena ini adalah alam semesta tengah mengembang. Di bawah teori ini, benda langit atau planet yang letaknya jauh, menjauhkan diri dari kita. Kecepatan pemisahan dan jarak planet ke pengamat menjadi hubungan perbandingan senilai.  
Menurut ilmuwan, jika alam semesta mengembang, dengan demikian alam semesta di masa lalu lebih kecil dibanding sekarang. Dan pada suatu masa di masa lalu mungkin segenap alam semesta itu tidak lebih dari satu spot (titik). Dan Spot inilah awal dari alam semesta menurut pandangan para ilmuwan sekarang, atau disebut “ledakan dasyat alam semesta”. Pada 1963 silam, Arno Penzias dan Robert Wilson menemukan pancaran latar gelombang mikro yang ditinggalkan “ledakan dasyat” tersebut. Kemudian secara berangsur-angsur teori ledakan alam semesta diterima dunia ilmu pengetahuan.     
Hingga kini, para astronom akhirnya menarik napas lega, permasalahan yang mengganggu mereka selama lebih dari bertahun-tahun itu nampaknya telah terjawab. Karena alam semesta tengah mengembang, jadi baik secara waktu atau ruang alam semesta itu terbatas.  
Masa Depan Alam Semesta
Usia alam semesta yang diakui secara umum saat ini adalah 13,7 miliar tahun. Berikutnya, para astronom mulai menyelidiki masa depan alam semesta. Menurut mereka, mungkin ada 3 macam nasib alam semesta yang tengah mengembang : pertama, terus mengembang selamanya, oleh astronom disebut alam semesta terbuka. Kedua, juga terus mengembang selamanya, namun, kecepatan pengembangannya akan semakin lambat, hingga akhirnya kecepatan pengembangannya akan melemah menjadi 0. ketiga, alam semesta akan berhenti pada suatu masa tertentu, kemudian menyusut, dan mungkin akan terjadi ledakan keras lagi. Karena efek gravitasi, jadi, bagaimana pun kondisinya, kecepatan pengembangan alam semesta akan semakin lambat.   
Namun, pandangan bahwa pengembangan alam semesta berubah lambat tidak lama kemudian ditolak oleh hasil temuan yang baru. Pada 1998 silam, secara mengejutkan astronom mendapati, bahwa pengembangan alam semesta bukan semakin lambat, tapi sebaliknya malah semakin cepat. Bukti peningkatan pengembangan alam semesta berasal dari hasil penelitian terhadap sejenis ledakan supernova yang disebut Ia.   
Ledakan sejenis supernova Ia, bersumber dari sejenis sistem bintang kembar yang terbentuk dari sebuah bintang cebol putih dan satu planet normal. Materi pada sistem bintang kembar secara kontinue diangkut dari planet normal ke bintang cebol putih, saat massa bintang cebol putih mencapai massa kristis, akan terjadi ledakan termonuklir. Sebab ketika semua bintang cebol putih meledak, memiliki massa yang sama, sehingga dengan demikian ledakan sejenis supernova ini memiliki keterangan yang sama, dan oleh astronom dijadikan sebagai “Lilin standar” .
Keterangan planet yang diamati di bumi dan jarak planet memiliki hubungan geometri yang sederhana. Karena itu, melalui pengukuran, astronom dapat menghitung jarak ledakan supernova dari keterangan ledakan sejenis supernova Ia yang diamati di atas bumi, sehingga dengan demikian akan tahu waktu terjadinya ledakan supernova. 
Selain itu, karena alam semesta mengembang, sehingga terjadi red move ketika spektrum yang terpancar dari ledakan supernova mencapai bumi. Melalui pengukuran red move ini, astronom bisa mengetahui, sudah berapa banyak pengembangan alam semesta selama terjadinya ledakan supernova. Dan melalui penyelidikan ledakan supernova Ia pada jarak yang tidak sama, para ilmuwan dapat menghitung atau memperkirakan sejarah pengembangan (pemuaian) alam semesta.  
Pada tahun 90-an abad lalu, dua tim peneliti mendapat satu kesimpulan, pengembangan alam semesta bertambah cepat.
Energi Gelap
Pengembangan alam semesta memerlukan suatu dorongan energi anti gravitasi, dan apa sebenarnya energi ini, para ilmuwan tidak memiliki petunjuk sedikit pun, karena itu menamakannya “energi gelap”. Ilmuwan mendapati energi gelap begitu merata menyebar di alam semesta, selain memberi anti gravitasi dan materi tidak ada efek apa pun.
Energi gelap juga memiliki satu sifat yang unik, seiring dengan pemuaian alam semesta, densitas energi gelap secara fundamental tetap tidak berubah, artinya ia bisa terjadi tanpa dasar. Hasil pengamatan terbaru menunjukkan, energi gelap di alam semesta menduduki 73% dari total energi alam semesta, 23%-nya didominasi energi gelap, dan materi konvensional hanya menduduki 4%.
Adapun teori tentang energi gelap saat ini ada dua versi. Pertama, konstanta kosmos yang dikemukakan tersebut di atas. Menurut teori ini bahwa kevakuman di alam semesta terdapat suatu energi inheren. Masalah pokok teori ini adalah densitas energi yang diduga teori terlalu besar, yaitu 10-120 kali lipat dari nilai observasi.  
Teori lainnya adalah Quintessence. Menurut teori ini, bahwa pemuaian alam semesta berasal dari materi unik yang dinamakan elemen ke-5 dan namanya berasal dari filsafat Yunani kuno. Elemen ke-5 adalah suatu materi yang sangat unik, materi ini rata-rata menyebar di alam semesta, dan memiliki materi gravitasi yang minus.
  
Tidak peduli apa itu energi gelap, jika alam semesta terus mengembang seperti sekarang ini, maka galaksi yang berada di luar sekitar gugusan galaksi super pada akhirnya akan jauh meninggalkan kita, dan tidak bisa lagi melihat mereka. Sebab kecepatan radial mereka yang berlawanan dengan kita akan melampaui kecepatan cahaya. Dan terakhir penolakan energi gelap akan mencabik galaksi, benda langit, bahkan atom dan inti atom. Selain itu juga ada ahli kosmologi yang berpendapat, bahwa seiring dengan berlalunya waktu, energi gelap berangsur-angsur akan memencar atau berubah menjadi gravitasi.      
Nasib Alam Semesta
Sebenarnya akan bagaimanakah nasib alam semesta? Teori maupun hipotesa yang berbeda akan terdapat dugaan yang tidak sama. Belakangan ini, teori tentang ledakan dasyat alam semesta, juga mulai mendapat tantangan dari sejumlah besar ilmuwan. Salah satu teori yang paling sistematis adalah teori yang dinamakan “Putaran alam semesta”. Seperti misalnya laporan media massa BBC dan media lainnya pada 2006 silam, tim riset gabungan yang dibentuk ilmuwan AS dan Inggris baru-baru ini mengemukakan teori baru asal usul alam semesta.      
Menurut Neil Turok dari Universitas Cambridge dan Paul Steinhardt dari Universitas Bridgestone, bahwa alam semesta sudah eksis sebelum terbentuknya alam semesta dalam kehidupan kita. Dan alam semesta saat ini juga akan digantikan oleh alam semesta baru, sedang alam semesta sekarang ini jauh lebih kuno dibanding yang sudah diketahui. Turok bahkan memprediksikan, bahwa saat ini mungkin ada satu kosmos “energi gelap” yang eksis bersama dengan alam semesta aktual, namun kita tidak dapat menyentuh hingga ke sana. (Sumber Dajiyuan)
    email this

0 comments:

Post a Comment